Lupakan sejenak Sate Maranggi Hj. Yetti di Cibungur Purwakarta, spot kuliner terkenal peninggalan orang bernama sama yang dikelola anak-anaknya ini sudah “tidak aneh lagi”. Lokasi strategis, parkiran lega di bekas hutan jati, rasa enak dan lengkap menjadikan sate maranggi Hj. Yetti menjadi destinasi kuliner orang-orang di luar Purwasuka, karena sudah terlalu mahal.
Mari sejenak kita melipir ke sudut dan pedalaman Purwakarta yang adem, ke arah Wanayasa. Ini “Puncak”-nya Purwakarta. Kabupaten Purwakarta merupakan kota kecil padat industri, perkampungannya sepi dan hening tidak seperti area pabrik di Bukit Indah City atau Kecamatan Campaka yang setiap pagi sore pasti dipenuhi oleh para pekerja berseragam.
Kita sejenak ke Sate Maranggi Bu Erna di Bongas, Kecamatan Sindangkasih Purwakarta. Ada sekitar 20 kilometeran dari rumah ibu saya di Kecamatan Campaka. Jalanan kecil berliku, tak menyurutkan kami ke lokasi ini. Cukup lama menunggu untuk disajikan hidangan, sekitar hampir 1 jam kami harus bersabar karena membludaknya pengunjung.
Overall, semua makanan enak, dari mulai Sate Maranggi Sapi dengan bumbu/kuah terpisah, pilihan tersedia ada yang bagian berlemak atau tidak. Maranggi adalah sate khas Purwakarta dengan bumbu cenderung manis, agak berbeda dengan sate madura yang lebih populer dan dikenal masyarakat luas, Maranggi sebenarnya awalnya merupakan sate dengan potongan lemak di bagian tengahnya sehingga terasa lebih harum dan gurih ketika digigit dan lumer di lidah. Awalnya merupakan sate daging domba/kambing tapi kemudian karena permintaan market, Maranggi juga tersedia berupa sate daging sapi (beef) yang lebih akrab di lidah banyak orang.
Nasi timbelnya juga enak, tekstur yang kenyal dan habis “diakeul” dengan baik baru dibungkus oleh daun pisang yang telah layu dipanggang (dileumpeuh). Sayur asem-nya khas sunda banget, manis, harum dan menyegarkan. Sengaja saya pesan 3 mangkuk karena kadang kurang kalau hanya pesan satu saja. Sup Iga-nya segar, potongan daging-tulang-nya tidak overcooked, khas koki-koki di resto terkenal, begitu pula potongan tomat-nya masih terasa segar ketika dikunyah.
Saya juga memesan karedok (sundanese salad) dengan bumbu kacang yang “ledok” (kental). Rajahan sayurannya: kacang panjang, daun selasih (surawung), terong muda dan timun terasa segar baru saja disajikan. Tak ada minus sedikitpun, luar biasa, padahal adik saya bilang, mereka sebenarnya tak siap diserbu pengunjung begitu banyak, karena sehari-harinya tidak seramai ini. Tapi saya tidak percaya dengan ucapan adik saya tersebut, karena tempat ini disiapkan cukup detil.
Lagian ini tempat kedua dari Bu Erna, sepertinya mereka sengaja membeli/menyewa tempat yang agak jauh dari kota sehingga ada effort untuk mencapai tempat ini, selain tentunya biaya sewa yang lebih murah dengan tempat selega ini.
Walau banyak pipa conduit berwarna putih seliweran gak beraturan di bagian bawah, bukti bahwa yang mengerjakan amatiran dan gak punya konsep engineering/arsitek yang mumpuni. Buat saya tempat ini ya lumayan lah.
Ciri khas tempat ini dibangun dengan konsep “berkembang” misalnya dengan lantai semen yang dibiarkan begitu saja, mengedepankan hal major: makanan enak, tempat nyaman dengan fungsi mendasar seperti toilet dan layanan yang mendasar lainnya dipenuhi duluan. Berbeda dengan pebisnis kuliner yang “baru belajar” biasanya justru mengada-ada hal-hal yang kurang penting, sehingga pengunjung akan kapok, ujung-ujungnya makanan yang dijual gak laku dan tempat yang instagrammable justru nantinya aus dimakan usia.
Purwakarta sebagai kota kecil (dulu disebut kota pensiunan) saking sepi-nya, kini beranjak beradaptasi menjadi kota industri. Masyarakat pekerja pendatang perlahan mengubah struktur sosial masyarakat yang biasanya didominasi oleh buruh tani dan perkebunan sekarang dipenuhi para pekerja pabrik. Sehingga kebutuhan wisata kuliner dibutuhkan oleh masyarakat lokal yang sudah penat bekerja dari senin ke sabtu.
Bisnis kuliner sebenarnya sederhana saja, makanannya enak, murah (atau sesuai dengan ekspektasi), ada fasilitas penunjang: wastafel, toilet, musholla yang berfungsi, sisanya pengunjung akan menyesuaikan sendiri. Misalnya, parkiran yang luas atau desain interior/eksterior instagrammable dll.
Leave A Comment