Sepulang dari luar kota, istri dan si bungsi serta ibu mertua tak ada di rumah. Mereka sedang ke Padang dalam rangka mengurus beberapa urusan penting di kampung, Painan, Sumatera Barat. Tinggallah dua anakku yang kemarin ditinggal pula 2 hari satu malam oleh ayahnya ini.
Dimulai dari mengunjungi warteg favorit kami. Menjadi pilihan mengingat harganya terjangkau, cocok untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, dan ada parkiran di seberangnya, parkiran Alfamart.
Tak lama berselang, KRL yang kami tunggu tiba juga. Lumayan penuh, sehingga Sharda dan Zufar tak kebagian tempat duduk.
“Yah, penuh yah.. ” sharda sedikit mengeluh
“Ya begini kalau naik kereta, dan setiap pagi dan malam orang berjubel desak-desakan demi mencari nafkah” aku menjelaskan.
Sharda mengangguk sambil tampak ia berfikir, betapa keras perjuangan orang-orang dewasa mencari rezeki di wilayah Ibu Kota.
Aku dan Sharda yang “Pelor” (nempel pasti molor) tertidur ketika kami mendapatkan tempat duduk, abang sibuk dengan gawainya, dan seperti biasa ia tampak gengsi untuk duduk.
Sampai di Stasiun Bogor, kami langsung berjalan ke arah Jl. Mayor Oking di sebelah Timur Stasiun. Rupanya Taman Topi sudah berubah nama menjadi Alun-alun. Taman ini menjadi ruang publik yang asik, banyak fasilitas untuk olahraga ringan dengan mempertahankan pohon-pohon besar berumur tua yang sudah ada sejak dulu.
Entah berapa tahun usia pohon-pohon itu, rasa-rasanya ketika di tahun 1999-2000-an pun sudah sebesar dan serindang itu. Di sinilah saya biasa “memungut” majalah-majalah bisnis bekas dan buku-buku tebal bernilai tinggi yang dijual murah.
Menggunakan fasilitas Kereta Rel Listrik (KRL) sekarang sangat mudah. Jika hanya membawa satu kartu eMoney/Flazz, asalkan punya saldo cukup di GoPay kita bisa gunakan sub-Apps GoTransit yang dapat digunakan untuk bertransaksi. Tak ada perbedaan biaya menggunakan uang plastik atau aplikasi, dari St. LA ke Bogor sama-sama 4.000 perak. Harga yang sangat murah meriah dengan layanan yang sangat baik.
Sepanjang jalan aku gunakan untuk ngobrol dengan anak-anakku, tentang aturan dalam kereta, petunjuk peta/maps rute kereta dll. Sisanya baca buku “Menolak Lemah” karya perdanaku itu yang sudah aku baca berkali-kali, lalu aku tertidur pulas sampai St. Cilebut.
Datang ke Alun-alun Bogor ini bukan tanpa sebab, ingin melihat Ferstival Buah dan Bunga (FBBN) yang di awal-awal dulu digagas oleh beberapa senior alumni IPB. Kini entah yang ke-berapa kalinya, aku merasa perlu membawa anak-anakku ke sini.
Mengenal apa itu kultur jaringan, melihat produk bonsai, dialog soal bibit. Semoga saja mereka lebih merasakan secara empiris, tidak melulu belajar dari internet atau youtube.
Di lokasi FBBN aku bertemu secara tak sengaja dengan Uni Nora (G29) dan Kang Deni (teman se-angkatan 34 di IPB). Kami foto bersama dan sejenak chit-chat update informasi dan menguatkan tali silaturahmi. Saya punya tak bisa berlama-lama karena cuaca agak mendung, dan hidung mulai meler terkena flu. Sudah waktunya segera pulang untuk istirahat.
Banyak jajanan di area alun-alun, tidak percaya diri untuk membelikan mereka dari sana. Karena tak ada jaminan kebersihan/higienitasnya. Akhirnya saya bawa anak-anak masuk kembali ke stasiun bogor, beli 2 minuman kemasan berperisa dan menikmatinya di kursi tunggu.
KRL yang menunggu kami biarkan, kami ingin sejenak menikmati suasana stasiun.
AkuĀ jelaskan ke Zufar dan sharda apa itu KRL apa itu KRD, mereka mungkin belum faham bedanya. Di usia SMP dulu, aku terbiasa menggunakan KRD dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung karena selain bebas macet juga murah. Kakek-ku dari sebelah ayah adalah mantan kepala stasiun kereta dari mulai Purwakarta, Cikalong, Maswati sampai Padalarang.
Sejenak menarik nafas panjang mengingat betapa kakekku menyayangiku, dia bangga pada cucunya untuk terus mendapatkan sekolah dan pendidikan terbaik. Alfatihah…
Leave A Comment