Yang saya pahami mengenai medsos adalah bahwa aplikasi seperti Facebook, WhatsApp dan Instagram diciptakan untuk melayani komunikasi para penggunanya. Mulai dari blog yang merupakan perangkat portal pribadi kemudian lahirlah friendster, myspace dan facebook yang lebih ramah pada semua orang.  Karena digunakan banyak orang atau meningkatnya jumlah user maka ada market di situ, lalu muncullah kemudian tools atau alat untuk berjualan di media sosial tersebut baik yang resmi yang dibuat oleh si developer media sosial itu sendiri atau program-program third parties.

Walaupun media sosial merupakan teknologi komunikasi kekinian secara prinsip ia tidak berbeda dengan saluran komunikasi telepon email dan dan teknologi komunikasi yang sudah ada sebelumnya. Maka dalam penggunannya kita memerlukan etika, cara dan metode yang efektif dan impactfull dalam mendukung aksi penjualan yang kita lakukan di dalamnya.

Kita mengenal istilah spam dan scam dalam email dan internet. Keduanya merupakan sesuatu yang diperangi karena sangat mengganggu. Pada produk WhatsApp Blaster di mana seseorang memungkinkan untuk mengirim multi pesan kepada multiakun WhatsApp dengan sekali tekan tombol. Cara ini tidak berbeda dengan mengirimkan pesan serupa kepada ratusan atau ribuan target email atau yang kita kenal dengan email spam.

Pada pesan spam, kita tidak menginginkan atau tertarik pada konten yang ada di dalam pesan tersebut. Kita bahkan tidak mengenal siapa pengirimnya dan  hanya membawa kita untuk menghapus pesan tersebut. Syukur-syukur email kita sudah punya spam protector, bila tidak maka mailbox kita hanya menjadi target  pesan-pesan sampah tersebut.

REID HOFFMAN: ‘One of the challenges in networking is everybody thinks it’s making cold calls to strangers. Actually, it’s the people who already have strong trust relationships with you, who know you’re dedicated, smart, a team player, who can help you’.

Jika ingin melakukan sales cycle maka gunakanlah medsos sebagai saluran funneling dengan tepat. Bangun brand kita dengan baik.  Buatlah konten konten yang berkualitas sehingga mereka mau mengunjungi posting-posting medsos yang kita buat. Konten-konten yang unik dan punya value bagi target viewer sehingga mereka tanpa diminta rela untuk mengklik like dan memberikan respons positif bahkan share ke jejaringnya. Setelah itu diharapkan mereka mau mengontak kita untuk mengetahui produk yang kita jual di saluran digital tersebut.

Beragamnya saluran media sosial dengan perubahan teknologi tersebut tidak mengubah prinsip cara orang membeli barang atau tidak mengubah sales cycle yang ada. Pada prinsipnya sama, seseorang akan melakukan pembelian dikarenakan merasa barang/jasa yang ditawarkan memiliki value buat dirinya. Aksi beli hanya terjadi jika ada need dan want, mereka akan mencari sendiri produk tersebut jika mereka membutuhkan/menginginkannya. Menggunakan WA Blaster mirip dengan kita menyodorkan sebuah sendal jepit ke muka seseorang yang kita tidak tahu apakah seseorang tersebut membutuhkan sepasang sendal jepit, yang ada adalah kita melakukan hal-hal yang tidak sopan ke mukanya. Brand yang kita bangun menjadi rusak seketika.