Saya mengamati riuh rendah komentar di media sosial terkait mati listrik di Jakarta, jawa barat sampai Jawa Tengah pada tanggal 4 Agustus 2019 lalu. Kejadian ini dikenal dengan istilah “Black out”, karena beberapa wilayah Jawa sebagian besar berada dalam kegelapan karena terputusnya jaringan listrik utama.

Kita musti memahami bahwa pebisnis itu harus punya sikap menguatkan circle of influence dan mengurangi circle of concern. Circle of influence itu adalah lingkaran pengaruh atau apa-apa yang bisa kita ubah sementara circle of concern itu merupakan lingkaran penonton/pengamat atau apa-apa yang hanya kita bisa terima akibatnya/pengaruhnya tetapi tidak banyak yang bisa kita ubah.

Kejadian pemadaman jaringan listrik tersebut membuat banyak orang marah, kecewa dan muncul kritik pedas dari masyarakat selaku pelanggan PLN. Tetapi uniknya, amarah dan luapan kekecewaan tersebut tidak menjadikan PLN menyalakan kembali listrik segera sesuai harapan masyarakat yang kecewa karena alasan satu dan lain hal.

Reaksi netizen beragam. Ada yang bikin class action / cause di internet yang isinya memberikan tekanan sosial melalui internet, ada yang berusaha mencari tahu dari berita dari media online atau info selebaran dari media sosial dan kemudian disebarkan secara masif, ada yang bertindak seolah-oleh menjadi pembela PLN dan bertingkah seakan-akan jadi jubir PLN atau pemerintah. Sementara yang saya lakukan adalah membaca press release resmi dari PLN dan pemerintah dan secara pasif membaca berita yang tersebar.

Pentingnya juga bersikap tetap positif. Seorang teman memposting artikel di internet ke dalam sebuah whatsap group yaitu “6 hal yang bisa dilakukan saat mati listrik”, lucunya saya tidak bisa membuka link artikel tersebut karena saking lambatnya akses internet. Saya kontak ipar saya yang sering menjadi konsultannya PLN, tetapi pesan tersebut gak sampai-sampai juga lagi-lagi karena akses internet yang buruk.

Ketika ada akses internet dan saya bisa berselancar di sebuah grup diskusi, tiba-tiba ada yang bertengkar soal mati lampu ini. Saking hebatnya pertengkaran sampai-sampai salah satu ada yang keluar dari grup. Saya pun pernah mengalami hal begini, saya latih terus mengingat grup ini cukup bermanfaat, sayang sekali harus putuh koneksi pertemanan dikarenakan diskusi yang tidak terlalu penting lalu emosional.

Fokus saja jika ingin mencari tahu keadaan sebenernya. Bisa bertanya pada kawan atau kolega yang cukup punya akses ke PLN atau sumber informasi pertama misalnya. Jika kita sebagai pelanggan PLN dirugikan, ya buang-buang waktu juga jika terlalu mendalami soal tsb. Lakukan tindakan komplen dengan cara-cara efektif bukan misalnya menyebar informasi gak jelas ke media sosial ditambah lagi dengan celaan dan makian. Lebih jauh lagi ada beberapa orang mungkin bisa mengubah regulasi lewat UU dan peraturan pemerintah/kementerian untuk memperbaiki kualitas layanan.

Dalam keadaan seperti itu terkadang media sosial riuh rendah dan informasi saling bertumpuk-tumpuk karena orang lebih suka share daripada membaca. Kalau sudah begini maka, media sosial hanya berisi kebisingan semata bukan informasi yang bermanfaat. Dalam pedoman internet sehat ada baiknya kita membaca link yang diberikan teman, memahaminya kemudian berbagi informasi secara bijak sehingga fungsi media sosial pun maksimal dalam meneruskan informasi yang bermanfaat pada orang yang memang membutuhkan.