Namanya Musyawarah Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jakarta Raya disingkat MUSDA HIPMI JAYA, tapi faktanya dilakukan cara OMOV alias one man one vote. Tidak salah, hanya saja tidak sesuai dengan semangat dan nama yang dibawa. Padahal, musyawarah adalah cara terbaik menurut para founding fathers kita dalam seleksi kepemimpinan.

Lantas, mengapa HIPMI JAYA melakukan voting? Dapat info seleksi kepemimpinan OMOV ini sudah dimulai justru sejak HIMPI JAYA bediri, dikarenakan Jakarta dulunya sebagai kota administrasi, saya mendapat informasi dari salah satu senior yang saat ini intens dalam perhelatan ini.

Sebenarnya one man one vote juga adalah bagian seleksi kepemimpinan di negeri ini, tepatnya di sudut-sudut kampung dan pedesaan. Lingkup kecil dan belum terpengaruh oleh hiruk-pikuknya kota, barangkali tidak akan menjadikan sebuah kampung terpecah terlalu dalam “hanya” sekedar memilih siapa yang layak memimpin. Persatuan dan kesatuan jelas lebih diutamakan, walau keberlangsungan kepemimpinan juga salah satu penopang persatuan tersebut.

Sepertinya wabah OMOV ini memang menggejala pasca reformasi 98, ketika UUD’45 kita diubah 5x amandemen sampai dengan UUD “2002” yang kita jalani sekarang. Fakta berbicara negara kita semakin tidak demokratis pula, walau seluruh rakyat (setidaknya mayoritas) memberikan suaranya. Pada hakekatnya pelibatan rakyat bukan dalam hal memberikan opini seperti layaknya wakil rakyat dalam sidang-sidang, tetapi hanya seperti deret biner 0 – 1 , true & false, benar-benar tidak punya mutu dan narasi yang memadai untuk dikatakan sebuah opini. Lalu kepemimpinan yang terpilih pun akan lepas kendali dari sang pemilih, karena rakyat hanya menyetujui dan tidak menyetujui keterpilihan, bukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil sang pemimpin.

Bisa sih kita mengoreksi pemimpin yang terpilih secara OMOV, tetapi butuh biaya yang mahal. Digempur dengan issue di media lah, berdemo dengan jutaan rakyat lah bla bla bla. Jauh lebih efisien dengan mewakilkan keterpilihan kita pada MPR-DPR dan selanjutnya biarkan sang wakil rakyat berbicara “tu parle [Perancis] = Anda Berbicara” makanya disebut parlemen kemudian hari.

Apapun narasi untuk MUSDA akan dibawa pada musyawarah mufakat atau diskusi empat mata antar caketum agar lebih menghasilkan bonding yang lebih baik, maka untuk saat ini ada baiknya jika suara voters itu dibuka dulu untuk membuktikan seberapa kuat suara dukungan setiap kandidat. Jika skenario ini tidak diamini oleh setiap kandidat, maka otomatis jalan votinglah yang paling bijak untuk MUSDA kali ini.

Next, ketum terpilih musti musti mulai memikirkan mengganti AD ART jika seluruh kepengurusan BPD yang diwakili ketum sekum bendum menandatangani keinginan berubah. Jika tidak, ya melanjutkan tradisi omov juga bukan sesuatu yang keliru, toh seleksi ini juga proven melahirkan kepemimpinan bermutu di HIPMI JAYA.

Selamat ber-MUSDA!