Selesai mandi pagi saya cek email, mengecek salah satu PR saya membangun gudang di dekat kantor ARUS, kantor yang sebenarnya masih rumah tinggal, tak jauh dari situ saya sewa kontrakan kecil untuk menaruh dokumen dan tempat karyawan saya bekerja. Setelah itu saya sarapan lalu seharian mengantar anak dan istri saya ke puskesmas di kelurahan Srengseng Sawah Jagakarsa. Istri berobat sementara si bungsu mengikuti shcedule vaksinasi.

Saat vaksinasi, alhamdulilah si Allana tidak menangis, tenang sekali dan prosesnya berjalan lancar. Si Sulung dan Si Tengah kalau gak nangis ya meronta, mirip anak-anak ABG kiwari lagi nonton K-Pop, gak karu-karuan :D.

Karena banyak yang antri di Puskesmas Kelurahan tempat kami tinggal, pemerintah membuatkan lagi satu puskesmas sehingga mengurangi panjang antrian. Puskesma yang baru, agak jauh letaknya, kami mengunjungi Puskesma lama saja. Kami dapat antrian no 7, alhamdulilah sistem BPJS yang diperjuangkan oleh DPR – Pemerintah di era Pak SBY yang secara sistem sudah komprehensif Design Thinking-nya itu dilanjutkan oleh Pemerintahan Pak Jokowi. Filosofisnya dapat, strategisnya dapat, maka tinggal manajerial, taktis, teknis dan detailnya diperbaiki struktur layanan paling bawah, Insyaallah berfaedah untuk rakyat seperti kami ini, patut disyukuri.

Masuk ke topik, apa sih “WAKTU JEDA” itu? Saya ilustrasikan begini, kalau teman-teman yang muslim melakukan sholat fardu biasanya ada duduk diantara dua sujud (Iftirasy), isinya meminta pengampunan Tuhan: Robigfirli, Warhamni, Waj”burni, Wahdini, Warzukni… Ada banyak versi disesuaikan dengan dalil masing-masing. Nah fungsi duduk istirahat ini yang saya tangkap hikmahnya adalah jeda istirahat di antara posisi saat kita bersujud (posisi yang sangat indah antara yang diciptakan dengan pencipta-Nya). Posisi ini memaksimalkan “produktivitas” dan kekhusyuk-an sujud kita dengan jeda di antara keduanya.  Intinya atau hikmahnya buat saya adalah duduk di antara dua sujud ini merupakan istirahat agar kita bisa fokus lagi dan memaksimalkan “kerinduan” diri ini pada Sang Khalik pada sujud berikutnya.

Selain duduk diantara dua sujud ada lagi duduk diantara dua khutbah dalam sholat jumat. Hikmahnya sang khotib akan lebih fokus lagi dalam memberikan materi khutbahnya. Biasanya setelah duduk di antara dua khutbah berisi do’a-do’a. Khotib bisa review lagi apa yang sudah disampaikan di khutbah pertama dan apa yang terlewatkan sehingga sebelum do’a penutup khutbah, ia bisa mengulang atau mempertegas materi yang ingin disampaikan pada majelis sidang shalat Jum’at tsb.

Demikian kawan-kawan contoh waktu jeda dalam dalam praktek ‘ubudiyah. Sedangkan dalam keseharian misalnya setelah bangun tidur. Ada artikel yang menjelaskan bahwa dibutuhkan waktu jeda ketika kita bangkit dari tidur dengan duduk dulu sejenak sebelum berdiri. Fungsinya adalah mempersilahkan otak dan tekanan aliran darah agar lebih terdistribusikan secara merata ke seluruh jaringan tubuh, sehingga “tidak kaget” setelah beristirahat semalaman.

Ternyata hal kecil begini itu tidak begitu saja kita pelajari dengan mudah lho. Saya memperhatikan anak-anak saya ketika bangun tidur. Si sulung Zufar usianya 12 tahun ia sudah terlatih ketika saya bangunkan. Ia duduk sejenak sebelum beranjak ke kamar mandi. Si tenah Sharda masih belum terbiasa, bahkan sulit sekali dibangunkan. Sampai-sampai sesekali saya percikkan air ke mukanya agar ia cepat tersadar. Itu pun, biasanya ia masih tertidur dalam duduk :D.

MENGASAH GERGAJI.

Ada artikel tentang mengasah gergaji yang menarik benak saya dan sering saya lakukan dalam keseharian. Ilustrasinya, kita diibaratkan sebagai tukang kayu atau carpenter yang menggunakan gergajinya untuk memotong kayu/papan. Jika kita terus menerus menggunaan gergaji kita untuk menggergaji batang kayu atau papan maka lama kelamaan ia akan tumpul. Nah, dibutuhkan waktu jeda sambil istirahat kita mengasah gergaji tsb agar tetap tajam seperti semula.

Walaupun sifatnya evaluasi, tetapi dilakukan sambil istirahat karena mengasah gergaji tidak terlalu melelahkan dibanding melakukan penggergajian itu sendiri. Misalnya menggergaji batang pohon menggunakan chainsaw itu membutuhkan tenaga yang tidak sedikit, karena chainswahnya sendiri cukup berat. Kalaupun menggunakan gergaji tangan biasa, pengalaman saya memangkas dahan pohon depan rumah itu melelahkan hehehe. Jadi, sesekali setelah menggergaji kita rehat sejenak dan gunakan waktu jeda, memaksimalkan produktivitas kita.

Namanya juga waktu jeda, waktunya harus lebih singkat dari dua atau beberapa aktivitas yang diselinginya. Kalau waktu jeda-nya lebih lama, itu namanya idle . Contoh misalnya kita sedang ngetik mengerjakan surat-surat dokumentasi, administrasi, surat project proposal, karena kita lelah dan gak mood, lantas buka aplikasi games di handphone atau browsing-browsing eh tidak tahunya betah tuh sampai memakan waktu produktif. Ini namanya bukan waktu jeda, tetapi korupsi waktu. Alih-alih produktif, waktu kita habis untuk sesuatu yang kurang bermanfaat.  Walaupun otak lebih fresh, lebih fun, tetapi pekerjaan kita gak selesai dari alokasi waktu yang disediakan, atau waktu kita terbuang percuma. Ingat lho, waktu itu adalah “capital” yang tidak bisa dikembalikan.

Teknik berikutnya dalam menggunakan waktu jeda adalah, berpindah pada kegiatan lain yang tidak sama jenisnya, durasinya atau kegiatannya, tetapi merupakan satu bagian proses dari pekerjaan yang harus kita kerjakan. Untuk pada kasus saya, seringkali ini membuat produktivitas saya berkali lipat lebih baik, karena saya menyesuaikan minat dan mood yang muncul setelah jeda.  Misalnya, saya barusan memiliki beberapa PR yang harus saya kerjakan: transfer tagihan, kirim 2 barang, rapat online 1 proyek, dan bikin 3 schedule untuk 3 hari ke depan. Di selang kegiatan-kegiatan yang cukup memakai gawai tersebut, saya menulis artikel ini. Kerjaan kelar, hati pun senang karena keinginan menulis tersalurkan.

Disadur ulang dari Telegroup Klub Buku dan Manajemen Bisnis