Akhir-akhir ini media sosial diramaikan oleh posting-posting seputar pemilu langsung serentak. Pemilihan calon presiden wakil presiden, calon anggota legislatif dan calon anggota perwakilan daerah. Rupanya yang paling heboh adalah pemilu capres/cawapres karena diikuti oleh hanya dua kontestan dan porsi pemberitaan antara kedua kubu begitu kuat mengalahkan pemilihan yang lainnya.

Lucunya, pertarungan kedua kubu yang memanas ini tidak diikuti oleh rasionalitas dan sesuai porsinya. Terkadang para pendukung berlebihan dalam membela paslonnya dan tidak memikirkan sudut pandang berfikir kelompok lain. Contohnya adalah para pendukung berikut ini. Mengetahui salah satu paslon memenangkan satu wilayah provinsi dengan telak, maka sekonyong-konyong dia memunculkan ide untuk memboykot penganan khas daerah tersebut:

ajakan boykot nasi padang oleh salah satu pendukung paslon capres

Tentu ini reaksi menggelikan yang jika dianggap main-main kita hanya tertawa geli dibuatnya. Nasi padang adalah makanan khas nusantara, hasil budaya turun-temurun Sumatera Barat yang menjadi penggerak ekonomi negeri ini. Selain nasi padang, masih banyak lagi kegiatan bisnis yang dilakukan serupa di negeri ini seperti pangkas rambut “Asgar” (singkatan dari Asli Garut), warung kopi & mie instant (biasanya dari keluarga Kuningan), warung tegal (bukan hanya pedagannya yg asal Tegal, Jateng, kata “tegal” juga disinyalir berasal dari kata “tegalan” yang berarti batas pinggir jalan), Bakso Malang, Soto Betawi, Kupat Tahu Magelang, Es Buah Cirebon dan masih banyak lagi.

Beberapa dari konsep bisnis rakyat ini dikerjakan sangat efisien dengan memaksimalkan modal dan tenaga kerja yang ada di dalam keluarga. Bahkan ada beberapa keluarga mengelola 1 bisnis mereka misalnya warteg, bergantian 6 bulan sekali bergiliran dengan kerabatnya, jadi 6 bulan di kota berjualan warteg 6 bulan sisanya mereka mengelola sawah dan ladang di kampungnya. Sistem keuangan, ketenagakerjaan dan rantai pasok dikerjakan mereka sesuai pengetahuan turun temurun. Beberapa di antaranya sukses naik kelas menjadi pedang besar dan menginvestasikan uangnya di bisnis lain atau melahirkan model bisnis yang lebih canggih atau mutu produk yang lebih baik.

Tinimbang mencela para pelaku ekonomi rakyat yang proven mengurangi pengangguran dan menggerakkan ekonomi tersebut, ada baiknya kita belajar lebih banyak memahami bisnis mereka dan menerapkannya pada bisnis yang kita kelola sendiri. Tabik.