Kulgram hari ini terinspirasi saat saya pagi-pagi membakar sosis yang saya beli sebelumnya. Anak dan istri tidak ada di rumah, mereka menginap di rumah Oma-nya. Rumah mertua saya itu tidak jauh dari rumah kami hanya sekitar 2-3 Km saja. Kebetulan oma nya sedang pulang kampung ke Padang karena ada saudaranya yang sedang pesta atau hajatan.

Kemarin malam saya main ke tempat adik saya yang rumahnya juga gak jauh dari rumah saya sekitar 1-2 Km dan kebetulan pula ibu saya dari Purwakarta sedang datang berkunjung. Anak-anak saya puas bermain lalu lanjut menginap di rumah Oma-nya, karena katanya bapaknya sering pulang malam bahkan pagi/dini hari karena kerja sampai larut malam. Oh ini kah hukuman buat sang Bapak yang terlalu sibuk dengan bisnisnya? Hehe..
Sambil memasak dan menikmati sosis bakar di HBO Signature masih berlangsung film BIG LITTLE LIES entah season berapa. Saya akhir-akhir ini tidak sempat mengikuti serial TV manapun karena gak punya waktu lebih. Film ini diperankan Reese Witherspoon yang terkenal karena memerankan Legally Blonde itu, di sini dia juga sekaligus produsernya. Genre film ini tentang drama seperti American Beauty, sangat berkualitas. Ada tokoh seperti Nicole Kidman dan artis senior favorit saya Meryl Streep. Saya suka film dengan genre seperti ini karena penghayatan total dari para pemainnya sehingga kita sangat terbawa pada suasana drama yang mereka perankan. Isinya berkisah pada problematika rumah tangga di Amerika.

Diceritakan ada seorang istri yang stress karena mengalami KDRT, ada juga seorang istri yang berhasil pada puncak karirnya menjadi seorang model dan dalam layar terlihat dia sedang membawa dummy sebuah majalah fashion ternama dan mengatakan pada sang suami akan dijadikan foto cover majalah tsb, tetapi sesaat kemudian ada polisi menangkap suaminya itu persis di depan dirinya, shocking! Penangkapan itu langsung dan dengan cara yang kasar lalu si suaminya itu kemudian dipenjara karena penipuan saham.

Adalagi misalnya tiba-tiba adegan dalam mobil seorang anak berkata kepada ibunya yang sedang menyetir “Apakah ibu mau bercerai dengan ayah?” terus ibunya menjawab dengan agak sedikit terbata-bata “ohh nggak” anaknya bertanya lagi “ayah selalu gagal membuat ibu tertawa, apa ibu marah sama ayah?” kata anaknya, terus ibunya menjawab “nggak, ibu gak marah sama ayah” trus anaknya ngomong lagi “lalu ibu marah sama siapa?” ibunya gak bisa jawab, kemudian suasana hening.., setelah hening si ibu mencoba menghibur anaknya dengan menyetel sebuah lagu terus anaknya menikmati lagu tersebut.

Kemudian adegan berpindah, adegan adegan yang sangat berkesan ini menggambarkan kehidupan sehari hari yang bisa sajat terjadi pada siapapun yang hidup berpasangan, berkeluarga, well menurut saya serial ini bagus juga kita simak dan nikmati sebagai hiburan dan referensi warna-warna kehidupan.
lebih jauh di Indonesia ini saya mendapati hal-hal yang sifatnya itu kebiasaan atau adat istiadat atau keumuman atau kelaziman mengenai hubungan suami istri. Lalu bagaimana kita memanfaatkan kebiasaan ini menjadi sebuah kekuatan dalam berbisnis / entrepreneurial.

1. PERTAMA jika istri bekerja dan suami bekerja, sama sama mencari nafkah itu akan menyelesaikan suatu masalah yaitu dari bertambahnya pendapatan tetapi juga menyisakan beberapa masalah misalnya keakraban antara suami istri menjadi berkurang karena tentu saja waktu kebersamaan mereka di rumah akan berkurang pula oleh habisnya waktu bersama. Begitu pula pada anak.

Jadi saya berpikir bahwa kalau dua-duanya bekerja menjadi mesin ekonomi rumah tangga, maka problematika yang dihadapi akan jauh lebih besar dari sekedar masalah ekonomi. Hal ini apat di-“akali” dengan menerapkan konsep roda kecil dan roda besar. Misalnya kalau istri jadi “roda kecil” maka si suami jadi “roda besar” ibarat sepeda jaman dulu itu. Sepeda tetap dapat melaju dalam kecepatan konstan walau ukuran roda-nya berbeda.

Misalnya istri mau berkarir, usahakan karirnya tersebut tidak terlalu banyak menghabiskan waktu. Anda bisa memilih sebagai pegawai negeri sipil, pegawai BUMN, atau pekerjaan seperti guru yang memang tidak banyak mengambil waktu sampai malam seperti misalnya istri anda sekretaris direksi sebuah perusahaan proyek konstruksi yang terkadang harus masuk kerja pada akhir pekan. Si Suami misalnya berbisnis sehingga misalnya sang suami sedang kesulitan cashflow, asupan pendapatan masih ada dari sang istri.

Bagaimana dengan istri yang jauh lebih pintar, lebih cerdas dan karirnya lebih maju dari suaminya? nah ada beberapa kawan saya yang melakukan sebaliknya, Si suami support istrinya agar menjadi pemimpin perusahaan sampai level direksi, suaminya lebih banyak bersama anak-anaknya, di balik jadinya. Terkadang ada di antara kita punya istri yang berasal dari stratifikasi sosial dan keluarga lebih terpandang, punya background pendidikan yang lebih bagus dan karirnya lebih moncer.

Bagi saya sih di awal-awal menikah nggak banget ya, berada dalam posisi “kalah” karir dari sang istri, saya gak suka banget kalau harus hidup begitu pada awalnya. Tetapi hidup kadang penuh dengan pilihan yang sulit, jadi menurut saya si suami atau calon suami ini harus bisa beradaptasi, mengaku bahwa dirinya memang seorang yang dipilih oleh sang istri untuk mencintai mereka dan mereka ingin mempertahankan keluarganya untuk anak-anaknya ke depan.

Ada hal-hal besar yang harus mereka sikapi bersama, maka suaminya bisa melakukan peran sebaliknya. Jadi kalau saya mendesain istri saya seperti itu maka anda harus bisa beradaptasi agar istri anda jauh lebih bisa di support gitu ya.Memang ada beberapa resiko dari sini,tapi sim is logic dan itu commons di lakukan oleh orang-orang di Indonesia ya,memang ada beberapa keluarga yang dua-duanya karirnya moncer banget tapi itu membuat saya berpikir dua-duanya harus cerdas IQ & EQ-nya dan harus punya model hidup atau pandangan hidup yang sama sama mengutamakan karir dalam kehidupannya dan dia harus bisa balance dan itu membutuhkan supporting keluarga besar dari keduanya.

2. KEDUA adalah salah satu bekerja dan lainnya support dari kiri-kanan dan belakangnya persis seperti yang saya lakukan. Saya fokus pada memutar roda ekonomi keluarga dan istri harus support sebagai back official-nya. Jika diibaratkan perusahaan, gak semua orang jadi sales semua toh? Tentu harus ada yang jaga gawang jadi orang keuangan, produksi, gudang dan lain-lain. Begitu pula rumah tungga, jika semuanya bekerja mencari uang, lantas siapa yang menjaganya? Siapa yang merawat anak-anak secara teknis (karena tanggung jawab pendidikan anak sebenarnya lebih ke Bapaknya) dan lain-lain.

Akhir-akhir ini bisnis kuliner semakin marak. Semakin mudah kita temukan resto-resto baru, kuliner-kuliner baru, bahkan warteg yang harganya seperti resto hotel juga mulai ada saking berkualitasnya. Kenyataan ini membuat saya agak berubah soal peranan istri harus memasak harus memasak di rumah. Istri saya sangat jarang masak di rumah, walaupun dia bisa dan masakannya enak. Kalau sudah di bujuk rayu, karena saya kadang saya ingin dimanja, maka suasana kebatinannya harus disupport banget biar dia mau dan rela memasak untuk suaminya ini xixixi..
Jadi Suami gak salah juga belajar memasak, anda bisa mulai belajar dari package food yang punya uji mutu BP POM sehingga tak perlu khawatir dengan keamanan pangannya. Pangan pra olah bergizi tersebut cukup sedikit effort seperti cuma dipanaskan atau ditumis atau dipanggang sudah ready to eat deh. Dengan begitu anda bisa menghemat pengeluaran anda tanpa harus jajan terus di luar rumah.

Pekerjaan-pekerjaan rumah seperti mengganti popok anak, membelikan hadiah buat ulang tahun temannya anak-anak, dapat dibagi-bagi tugasnya. Saya termasuk orang yang paling gak suka nyapu dan ngepel lantai dan hasilnya juga gak bersih :D, sehingga di awal-awal kami menikah dialah yang selalu melakukan rutinitas tersebut. Baru setelah kita bisa menyewa seorang asisten rumah tangga kita serahkan tugas tersebut. Selanjutnya kita bisa fokus mengerjakan tugas-tugas rutin yang senangi dan tidak terlalu menguras tenaga. Nah teman-teman yang baru awal-awal menikah atau mau menikah, bisa mengkomunikasikan beban-beban pekerjaan ini supaya menjadi tim yang tangguh, ingat bahwa bisnis yang sukses di Indonesia itu disupport oleh keluarga. Anda boleh cek konglomerat-konglomerat Indonesia itu basis support keluarga mereka sangat kuat, kalau kita cek sistem manajemen mereka yang American or Japanis approach itu gak terlalu banyak dipakai dalam sistem mereka. Sistem manajemen mereka itu ya biasa biasa aja, bahkan sentralis dengan menjadikan keluarga mereka menjadi penopang. Keluarga ini adalah unit masyarakat yang hampir tidak mungkin dicurangi oleh anggota-anggotanya sendiri, sangat tidak mungkin mereka akan saling sikut di dalamnya. Apalagi jika ada tokoh senior seperti Ayah/Ibunya yang juga pendiri perusahaan tersebut yang masih disegani.

Saya juga ingin berbagi beberapa hal mengenai visi keluarga, ada hal hal yang sifatnya strategic / visioner itu harus ditangani oleh seorang pemimpin keluarga yaitu seorang suami. Hal-hal besar yang sekiranya akan tercapai dalam 10-20 tahun ke depan harus difikirkan arahnya kemana, akan bagaimana menjalaninya. Imajinasi itu harus dibayangkan oleh kepala keluarga dan dikomunikasikan taktis-teknisnya dengan partner hidupnya yaitu sang istri. Dia harus bisa berimajinasi bagaimana keluarga itu bisa bertahan dan berkembang kesejahteraannya lahir batin waktu yang lama.

Suamilah yang harus memikirkan dan memberikan guidance secara detail: daily, weekly, monthly, yearly kepada istri. Saya idak pernah memberikan atau men-delivered sesuatu yang “terlalu besar” untuk dikerjakan atau dicerna oleh istri saya karena “beban” itu adalah hak dan sekaligus kewajiban saya. Contoh kasus soal pendidikan anak. Istri saya biasanya akfit mencari informasi sekolah-sekolah mana saja yang bagus dan baik mutu keluaran lulusannya dan gak bermasalah manajemen sekolahnya. Tetapi pada akhirnya saya lah yang memberikan approvement, sebagai pemimpin kita harus itu harus ambil bagian yang paling signifikan.