Ada satu pertanyaan japri (jalur pribadi / pm = private message) ke telegram saya. Sebenarnya pertanyaan ini sudah saya bahas berkali-kali dalam kulgram saya sebelumnya. Yaitu bagaimana memulai bisnis sementara kita masih menjadi seorang karyawan/profesional yang bekerja ten to five.

Pengalaman saya yang pernah menjalani karir professional selama 13 tahun menjadi seorang sales (business development) di bidang yang penjualan produk produk berteknologi tinggi dan 8 tahun terakhir di bidang teknologi water treatment, water transmission, dan waste water treatment memberikan arah bisnis saya sekarang yang tidak jauh berkutat pada bidang-bidang yang saya tekuni tersebut. Bisa dikatakan, karir saya selama 13 tahun adalah bidang yang saya sukai dan dalami, sehingga ketika shifting menjadi pengusaha sekarang, saya tidak lagi memulai dari nol dalam urusan skillset.

Tidak akan ada jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan tersebut. Saya pun bertanya pada 3 senior hebat yang telah menjalani fase ini. Ketiga orang tersebut ada yang sekarang memimpin perusahaan fast moving consumer goods berskala nasional/global, dia bahkan dipercaya memimpin asosiasi di industri yang ia pimpin, bahkan institusi eknomi nasional mempercayai dirinya untuk menjadi bagian penting lembaga tersebut. Satu pencapaian monumental saya kira, karena dia tidak hanya menjadi pengusaha sukses tetapi juga punya impact untuk bangsa dan negara. Rata-rata mereka menyelesaikan karir profesionalnya di rentang 10 tahunan, itu karena mungkin mereka memang cerdas dan punya IPK tinggi selagi kuliah, sementara saya harus 13 tahun dulu dan itu pun pindah-pindah perusahaan bahkan ada yang sampai saya kena PHK.

Siapkan diri selama berkarir tersebut, katakalah selama 10 tahun untuk melayani dapur rumah tangga kita sehingga dapat tercukupi oleh bisnis yang kita lakukan. Kapitalisasi sebaik mungkin skillset yang kita punya, misalnya kita punya kemampuan keuangan yang baik, menjadi pembicara publik dalam soal pajak, digital marketing, sales & entrepreneur, atau manajemen keuangan keluarga dan lain-lain. Revenue stream dibuat banyak sumbernya sebagai cara peralihan (shifting) dari bekerja menjadi seorang pengusaha. Mulai mengubah mindset pekerja menjadi pengusaha walaupun posisi kita masih kerja ke orang lain.

Roda kecil roda besar

Di Indonesia kita diuntungkan dengan kultur pasangan bekerja menopang ekonomi keluarga. Sudah menjadi kebiasaan para pekerja profesional di Indonesia, tidak hanya suami bekerja tetapi istri juga ikut bekerja dan memiliki pendapatan sendiri, bahkan dalam beberapa kasus lebih besar dari pendapatan si suami. Biasanya keluarga besar kita, mertua dan orang tua juga siap membantu menangani anak-anak kita yang karena kesibukan orang tua tidak tertangani dengan maksimal. Di sinilah perlunya saling respek dan saling bekerja sama yang sama kerja dengan pasangan kita sehingga keuangan keluarga lebih maksimal.

Bila kita ingin keluar dari pekerjaan, baiknya didiskusikan matang-matang dengan istri, ibu/ayah dan mertua kita karena efek secara ekonomi akan terasa. Mereka adalah pengkritik terbaik karena mereka faham benar kita ini malas atau rajin, kita ini benar-benar berniat bisnis atau sekedar ikut-ikutan. Tahan beberapa saat kita mereka belum percaya sepenuhnya dan kondisikan sikap dan perbuatan kita kepada mereka bahwa kita benar-benar siap, it takes time!

Pastikan roda kecil : pendapatan rutin dari gaji pasangan menopang roda besar : bisnis yang kita lakukan. Ada kalanya dalam bisnis kita mendapatkan keuntungan yang besar tetapi tidak setiap bulan hal itu datang. Maka urusan rutin rumah tangga harus bisa ditopang secara umum oleh pendapatan pasangan kita. Ketika kita rugi pun, setidaknya ada dana talangan yang menopang kerugian tersebut. Jika harus hutang pun, kita bisa melunasinya dalam hitungan hari, minggu dan bulan yang terukur. Jika hitungan dan intuisi kita sudah meyakinkan, jalani, dan serahkan hasilnya pada Tuhan.

Upgrade skillset dari organisasi dan komunitas

Organisasi dan komunitas adalah cara terbaik mendapatkan mentor “gratisan” untuk menaikkan level dan kemampuan skillset kita. Saya termasuk yang kurang beruntung dalam karir dan kehidupan profesional, juga tidak mendapatkan softskill terbaik di keluarga saya dalam soal-soal tertentu. Saya gunakan sisa waktu bekerja dan sela-sela bekerja yang masih dapat ditolelir pimpinan kantor untuk berorganisasi. Saya melakukan pekerjaan-pekerjaan pro-bono (gak dibayar) untuk mendapatkan arahan, didikan dan kritik senior dan orang-orang hebat dalam organisasi untuk menaikkan level manajerial saya. Pengalaman mereka yang bertahun-tahun dalam bidang tertentu dapat kita serap melalui serangkaian kegiatan yang berinteraksi langsung dengan mereka, tanpa kita harus mengeluarkan ongkos coaching dan training.

Pembaca yang budiman bisa menyimak penjelasan saya sebelumnya mengenai bagaimana mengelola ekonomi keluarga, roda kecil roda besar dimana istri bekerja suami juga bekerja untuk menopang roda rumah tangga, baca juga artikel saya mengenai menjahit komunitas bisnis untuk kepentingan bangsa di situ banyak sekali hal hal yang bermanfaat. Tulisan-tulisan saya mengenai bagaimana berorganisasi sehingga kita bisa belajar skillset dari senior atau dari orang yang sudah proven menjalani karir dan profesionalisme sehingga kita mendapatkan ilmu gratis.

Dapat disimpulkan bahwa jawaban dari pertanyaan di atas itu tidak sesederhana memang, walaupun dikemas dalam literasi sederhana, proses untuk sampai pada level pengusaha memang tidak mudah. Tentu gambaran ini bisa berbeda-beda implementasinya sesuai dengan orang yang menjalaninya. Semoga perspektif ini bermanfaa.