Awal saya berbisnis di tengah-tengah karir saya dulu adalah saya menjalankan “intrapreneurship” alias nyambi. Jadi saya menjalankan bisnis jual-beli dalam hal-hal yang tidak menyalahi kode etik perusahaan tempat saya bekerja, dan sebisa mungkin dilakukan di luar jam kerja. Artinya saya memiliki skill set jual-beli atau kemampuan menyuplai sejumlah barang teknik yang dibutuhkan kustomer. Di sini semakin jelas bahwa memang bisnis itu membutuhkan modal, setidaknya uang untuk membeli modal barang, ongkos transport di luar kebutuhan hidup untuk kemudian kita jual lagi dengan selisih margin sebagai keuntungan kita.

Di era internet sekarang, jual beli dilakukan secara online. Kita bisa menjual barang tanpa harus punya toko fisik, cukup space seadanya untuk menyimpan stok barang. Tidak perlu membuat aplikasi atau portal lapak online sendiri tetapi cukup menggunakan marketplace yang sudah ada semisal Tokopedia, bukalapak dan Shopee. Bermodalkan data internet, waktu untuk jualan online dan beberapa stok bahkan jika menjadi dropshipper kita sudah bisa berbisnis.

Legacy bisnis dari orang tua atau pasangan tidak semua orang dapatkan. Saya termasuk yang tidak memiliki kemewahan tersebut, tapi alhamdulillah dikaruniai seorang istri yang mau hidup sederhana dan sangat hemat. Beliau, istri saya adalah kontrol keuangan yang sangat disiplin dan bukan hanya itu juga pandai mencari uang tambahan. Ini adalah “modal” dalam bentuk lain yang kita punya, sehingga harus difahami dan disinergikan dengan strategi bisnis ke depan, misalnya seperti saya, saya tidak memiliki manajer keuangan di awal-awal bisnis karena istri mengontrol pengeluaran saya secara ketat.

Anak dan keturunan juga bisa menjadi modal penerus bisnis bagi seorang pengusaha. Ternyata gak mudah juga mewujudkannya, gak semua keluarga diberikan keturunan yang mampu meneruskan bisnis mereka dengan lancar dan semakin maju. Ada yang malah hancur setelah dipegang generasi kedua, ada yang hanya dianugerahi satu anak dan anak tersebut tidak tertarik melanjutkan bisnis orang tuanya, dan ada juga yang mengharapkan satu anak dari anak lain sebagai penerus bisnis, eh malah anak yang tidak diharapkanlah kemudian yang menyelamatkan bisnis keluarga mereka!

Contoh lain bahwa modal bukan segalanya misalnya ketika kita punya mindset dan skillset bisnis. Setelah membangun bisnis dengan modal seadanya, kemudian kita dipertemukan dengan investor yang berkelimpahan harta dan ingin menaruh hartanya pada orang yang mampu dan dapat dipercaya, gotcha!

Bagi saya, hal yang paling berharga adalah waktu. Untuk itu saya pergunakan waktu-waktu produktif saya untuk bekerja mencari nafkah, mengembangkan bisnis, berfikir, baca buku, berkelana dengan motor dan tentu saja menghabiskan waktu bersama keluarga. Di sisa-sisa waktu saya gunakan untuk hal-hal lain misalnya membuat voice note atau kulgram di komunitas bisnis yang saya bangun atau mengisinya dengan kegiatan sosial.

Berikutnya, ada hal lain yang lebih berharga dari sekedar modal dalam bisnis yaitu pengaruh. Ya, pengaruh! Dengan pengaruh, anda bisa memiliki akses yang sedikit orang mendapatkannya. Misalnya, anda bisa merubah kebijakan sebuah pemerintahan daerah karena sebagai pebisnis anda aktif menjadi konsultan kepala daerah tersebut atau fikiran-fikiran anda ditunggu oleh pemangku kepentingan karena anda selalu independent ketika mengeluarkan opini sebuah kebijakan yang terkait bisnis anda dan kebetulan berada di ruang publik, misalnya. Jika anda sudah mencapai level ini, maka modal dan uang bukan sesuatu yang merisaukan anda lagi.

Selesai.

[artikel sebelumnya]