Mentalitas orang kaya tentu berbeda dengan orang miskin. Sudah banyak buku dan artikel psikologi populer membahas soal ini, walau saya tidak punya latar belakang pendidikan psikolog, saya coba mengurai sedikit agar pemahaman saya bertambah, syukur-syukur bisa menambah perspektif pembaca sekalian. Kali ini saya fokus membahas soal “penyakit”nya saja, agar kita bisa belajar menghindarinya.

Perlu kita sadari bahwa dunia fana ini berjalan tidak ideal. Banyak ketimpangan di sana-sini. Di belahan dunia satu banyak orang berpesta dan berdansa, sementara di belahan dunia lainnya sedang hidup dalam marabahaya dan kemiskinan akut. Kita bisa menyaksikan seseorang membawa mobil mewah sementara di sekelilingnya ada orang tua tanpa daya harus mengais makanan dari tong sampah.

Sikap mental pada kondisi tidak ideal ini disikapi sebagian orang dengan bijak, menimati kehidupan sewajarnya dan berbagi sebisanya. Ada pula yang mengorbankan kemewahan untuk membantu sesama lalu mengorganisir resources dan jejaring yang ia punya untuk sekedar memperkuat yang lemah. Tetapi tak sedikit yang menampilkan kemewahan yang sangat membelalakkan mata kita sehingga kita berfikir orang ini luar biasa kaya dan banyak hartanya.

Menjadi orang kaya sah-sah saja, agama menghalalkannya. Tetapi yang harus difahami dan tidak dibicarakan adalah menjadi kaya itu ada sisi terang dan gelapnya. Sisi terang dan permukaan akan dibahas dan dieksplorasi habis-habisan oleh media, buku-buku entrepreneur dan manajemen, sementara sisi gelapnya hanya menjadi kajian ilmiah para pakar psikolog. Adalah nasehat Ali Bin Abi Thallib r.a. mengenai harta yang selalu relevan hingga sekarang:

Ali bin Abi Thalib, Ilmu dan Harta

Ali bin Abi Thalib, Ilmu dan Harta

tabiat harta memang begitu, begitu dia kita miliki maka harus ada effort untuk menjaganya, beda dengan mindset dan skillset yang kita punya. Investasi dari leher ke atas itu akan melekat dalam diri, sebangkrut apapun kita, sehingga kita bisa me-leverage聽 bisnis untuk bangkit kembali. Maka yang terpenting adalah menguasai dan memahami ilmu bisnis, soal harta itu anggap saja konsekuensi dari kerja keras.

Beberapa “penyakit” orang kaya yang kita temui:

  • Mengoleksi benda-benda, usahakan koleksi tersebut memang punya makna untuk menyemangati kita lebih produktif bukan menjadi beban keuangan, atau kegiatan yang membuang-buang waktu kita dalam kehidupan keluarga dan sosial. Koleksi collectible items yang bernilai tinggi dijual kembali itu bagus, tetapi menyimpan sesuatu yang gak berguna juga cenderung menguras waktu dan perhatian anda kepada hal-hal yang tidak signifikan untuk kehidupan.
  • Pamer. Orang kaya pamer biasanya berkelas, terutama yang kaya-nya sudah lama. Pamer ke partner bisnis jejaring kadang diperlukan untuk memberikan image anda layak dalam melakukan sinergi bisnis. Hati-hati pamer pada orang yang salah, selain menimbulkan kecemburuan bisa menurunkan kualitas kehidupan anda di masyarakat.
  • Haus Kuasa. Orang kaya terbiasa dengan telunjuk, kebutuhan akan ada. Maka tetaphal sebisa mungkin humble. Tidak semua resources SDM dapat kita kapitalisasi dengan cara menunjuk-nunjuk. Kerendahhatian kita biasanya menghasilkan hubungan jangka panjang. Kekuasaan yang diperlukan聽 untuk me-leverage bisnis-lah yang harus ada rebut dan kuasai, bukan semua panggung anda cari dan dapatkan, karena itu bisa backfire ke kehidupan anda kelak.
  • Gila hormat. Anda kaya bukan berarti segalanya. Stratifikasi sosial kita menempatkan harta di atas kepintaran, keturunan, senioritas, latar belakang adat dll, tetapi tidak semua komunitas akan mengagumi anda karena anda punya uang. Berpandai-pandailah dalam bermasyarakat, karena ada baiknya juga kita dianggap bukan siapa-siapa sehingga tidak banyak orang minta sumbangan kita kan? haha..
  • Gila perempuan/ maniak sex. Banyak entrepreneur sukses simply karena memang mereka punya energi lebih. Salurkan gairah sex anda pada orang yang tepat. Nikahi dan nafkahi dengan layak, jangan main api dan jangan coba-coba melanggar norma-norma society yang berlaku, karena kehidupan sehat soal ini punya impact pada kehidupan bisnis anda. Nakal sesekali boleh, anda bukan ustadz 馃檪

Semoga bermanfaat buat pembaca. Kalau ada komentar silahkan ketik di bagian bawah seperti biasa.