Dalam bisnis dan berinteraksi di lingkungan bisnis kita terbiasa untuk berpikir logic dan rasional. Kita biasanya memadukan kreativitas dalam menghadapi sumber daya yang terbatas: waktu, tenaga, dan uang yang terbatas kemudian menuju sasaran demi sasaran di mana akhirnya akhirnya harus mengambil satu keputusan.  Keputusan yang diambil itu biasanya ada yang setengah matang, matang, ada yang bertahap, ada yang sudah di putuskan secara full atau baru parsial.

Situasi kita sebagai pebisnis biasanya akan makin sibuk menjalankan usaha kita, seperti saya misalnya yang mengelola 2 perusahaan: pertama ARUS TIRTA NIAGATAMA (perusahaan pertama yang udah 3 tahun saya bangun) dan kedua RAJAWALI INTI SENTOSA (ini share equity dengan pemodal, share saya di situ kecil dan lebih seperti supporting saja, tetapi ini membantu mengurangi beban cash flow pribadi saya dan meningkatkan leverage lebih besar performa pribadi saya di dunia bisnis dan produk-produk yang saya kenal baik di dunia internasional tetapi belum kuat ditopang oleh ARUS TIRTA.

Kesibukan lain lagi saya ikut serta mendirikan Asosiasi bisnis proses dan manajemen strategi (IBPSMA: Indonesia Business Process & Strategic Management Association). Hal ini cukup menguras tenaga dan pikiran sehingga kami buat lebih santai. Kurang lebih ada 11 orang tim formatur yang membentuk organisasi baru tersebut. Sementara di asosiasi lain yang saya ikut pula mendirikannya: IdWA (Indonesian Water Association) juga gak kalah sibuknya, di antaranya menyiapkan memeriahkan pameran skala nasional & regional seperti Indowater oleh Napindo dan menyukseskan business matching dengan asosiasi air dari negeri seberang seperti Singapore Water Association (SWA).

Sementara untuk urusan bisnis saya sendiri, saya harus presentasi di keesokan harinya dan saya sedang salam perjalanan menyiapkan slide presentasi untuk itu, di perusahaan lain ada satu project dengan salah satu BUMN yang harus saya eksekusi yang draft kontraknya sudah beres. Lengkap sudah, saya harus menjalankan fungsi organisasi, baik itu bisnis maupun asosiasi.

Dalam keadaan hectic begini, kita harus pintar-pintar membangun “tembok” dan “jembatan”. Tembok artnya kita berusaha memfilter apa-apa yang boleh masuk dan tidak ke dalam fikiran dan waktu kita, sementara jembatan artinya penghubung kita ke resources berharga sehingga mengkapitalisasi bisnis kita. Contoh simple yang saya lakukan misalnya membedakan nomor handphone untuk sesuatu yang serius seperti bisnis dan keluarga dengan jejaring group yang isinya kebanyakan cuma komentar dan forward-an berita-berita gak bermutu. Apalagi cuma sumpah serapah dan “gumunan” dari orang-orang gak produktif hidupnya, kita harus hindari informasi dan celetukan begini masuk ke otak kita, karena semakin lama kita simak akan merusak produktivitas kita sendiri. Bangun saja tembok, demi masa depan kita sendiri.

Group komunitas itu setelah kita pilah dan pilih mana yang bermanfaat biasanya ada dua hal, grup yang terlalu “receh” artinya hanya bisnis yang lebih ke transaksional tanpa hal-hal yang bersifat strategis, atau terlalu “berat” yang diomongin skalanya kita gak bisa kejar, maka pertahankan keduanya dan masuklah ke dalam diskusi yang kita cukup matang dan kuat di dalam bisnis kita, agar isi grup juga terwarnai dengan pola bisnis kita. Jika arahnya tetap keluar dari kemampuan kita, ya keluar saja. Tidak selamanya harus ikuti kata hati, jika otak kita menolak logika-logika sehat dalam pengambilan keputusan, dan tidak selamanya logika-logika dan hitung-hitungan kita itu benar jika hati kita masih menghibur kita untuk tetap bertahan. Kombinasi keduanya ini akan membuat kita sebagai pebisnis efektif, di sisi lain juga “a human being” manusia mulia yang halus budi pekertinya. Gak gampang, tapi saya bersyukur selalu merasa diberi keduanya.