Cukup berat bagi saya untuk membuat topik ini, karena saya merasa juga sering menjadi bagian bermasalah ketika berhubungan dengan orang lain. Ini harus saya akui karena di usia saya yang relatif muda, saya sudah banyak mengatasi masalah-masalah rumit dan besar. Saya terbiasa memimpin dan hampir gak takut apapun kecuali Tuhan.

Perilaku saya yang punya latar belakang seperti itu mungkin pasti gak ada masalah, tetapi jika latar belakang saya dididik dengan cara-cara yang halus mungkin hasilnya akan sempurna, tetapi saya harus akui saya sendiri sewaktu kecil didera dengan cara-cara yang keras oleh ayah untuk membangun karakter kuat seperti sekarang, dan terkadang karakter ini sulit untuk dibentuk/dilenturkan beradaptasi pada keadaan di mana saya harusnya lebih soft dan adaptif.

SULIT DIYAKINKAN

Salah satu tipikal difficult peopler seperti saya adalah sulit diyakinkan. Anda kalau tidak punya data, tidak punya basis berfikir yang jelas atau memberikan perspektif berdasar trend yang hanya dilihat sepintas, pasti habis Anda saya challenge dan adu argumen. Saya tidak mau ada opini sekedar bunyi dari seseorang dan gak tahan tidak untuk tidak menanggapi. Untuk itu, jika ada orang yang bertipe seperti ini, kiatnya adalah kita melakukan persiapan, baik lisan maupun tulisan.

Perkara kenapa saya sulit diyakinkan, karena memang saya termasuk tipe pembelajar dan berargumen sesuai data bukan sekedar pengalaman personal. Soal data ini saya juga belajar cukup dalam di kuliah, saya pun penggiat internet di mana saya terbiasa membaca informasi berseliweran dan mengadu opini-opini dan informasi-informasi yang ada dengan pengetahuan sebenarnya. Sayapun tergolong fast learner sehingga inti dari satu permasalahan biasanya telah saya pelajari sehingga ketika ngobrol dengan siapapun, saya bisa minimal mengapresiasi pembicaraan dengan lebih memberikan komentar mendalam daripada sekedar basa-basi.

Repotnya, saya senang bergaul dengan siapapun jadi terkadang saya kesulitan membedakan mana orang awam dan mana yang terpelajar sehingga ingin sekali ikut mengobrol dan terkesan menggurui. Kebiasaan-kebiasaan buruk ini saya sadari dan saya ubah terus karena menjadi pebisnis sangat tidak menguntungkan punya sifat-sifat buruk seperti ini. Beda jika kita menjadi dosen, guru atau konsultan/expert di satu bidang, orang akan mafhum.

JANGAN GAMPANG BERARGUMEN

Ketika menghadapi difficult people seperti saya, berhetilah gampang memberikan argumen sekenanya. Anda harus menguasai betul, karena orang seperti saya pada prinsipnya karena objektif akan keilmuan, ketika disodorkan data, link/URL atau bukti-bukti ilmiah atau mendasar mengenai sesuatu biasanya akan menerima dengan mudah. Mereka tidak baper dan takut terlihat bodoh, mungkin mereka temperament tapi gak baperan kalau argumentasinya benar-benar dapat diterima.

Maka tak heran orang-orang seperti saya ini bergaul dengan kalangan intelektual, saya sendiri sering disangkan dosen oleh teman2 baru di facebook. Awalnya saya bangga dengan citra seperti ini, tapi makin ke sini saya makin was-was dan pasang alarm bahaya, lalu sefrontal dan secepat mungkin mengubahnya. Masih ada ekses cara komunikasi dan berargumen yang saya punya, saya salurkan ke hal-hal positif seperti membangun klub diskusi yang saya pimpin sendiri dan membuat blog seperti ini. Akhirnya, saya terpaksa mengikuti cara-cara para pakar dan pembicara publik membuat legacy, atau sesuatu yang memperlihatkan bahwa saya memang memiliki sesuatu atau faham mendalam di bidang tertentu.

BARRIER STRUKTUR BISNIS

Ketika berhadapan dengan orang-orang purchasing/pengadaan, maka kita dipastikan berhadapan dengan difficult people. Mereka memang ditempatkan di pos-pos tersebut untuk efisiensi perusahaan, semakin sulit mereka diajak deal maka semakin valuable mereka terhadap perusahaan. Orang-orang di bagian ini jika perusahaannya benar-benar menerapkan manajemen yang baik dan ketat, jangan coba-coba anda basa-basi dengan menawarkan makan siang atau iming-iming lain, anda akan dianggap tidak menghargai mereka.

Jika sistem di satu perusahaan menempatkan orang-orang begitu, maka kita harus sadar bahwa mereka sebenarnya tidak benar-benar menjadi orang yang sulit, tapi itu bagian skillset yang harus kita akali dan atasi. Sentuh titik personal mereka ketika diskusi atau rapat, merendahlah dan seringlah objektif pada barang dan jasa yang kita punya agar mereka melunak sehingga ada kesan kita berkawan dengan mereka. Bantu mereka untuk lebih menjadi orang yang gampang memutuskan dengan kejujuran kita.

TEMPATKAN DI POSISI YANG TEPAT

Orang-orang difficult people itu sebenarnya bukan mereka gak kompeten, tapi situasi atau sistem pendukung terkadang tidak cocok untuk mereka mengeluarkan potensi terbesarnya. Bisa jadi sistem yang ada memang kumpulan orang-orang yang gak produktif, kurang cerdas atau sekedar kumpul-kumpul layaknya paguyuban saja. Sementara si difficult people ini dia sudah banyak karya dan jam terbangnya walau usianya masih muda. Maka baiknya orang seperti ini memilih “kolam” dan lingkungan yang cocok bagi dia bergabung dengan para jagoan lain sehingga manfaatnya terasa untuk ummat.

Jika kita memiliki tim yang punya skillset khusus di atas, bisa ditempatkan di posisi-posisi yang memang sesuai dengan bakatnya tersebut misalnya di bagian yang tidak banyak berhubungan dengan orang atau didesain dia bekerja lebih sering tanpa tim atau sendirian saja.

Saya sendiri jika ada orang yang senior banget menemani saya, saya malah sering nyaman karena lebih banyak mendengarkan, asalkan si senior itu cara berfikirnya telah sampai pada pemahaman strategic syukur-syukur filosofis, karena kalau dia banyak bicara teknis dan taktis, saya mempertanyakan apa benar dia secepat dan seadaptif saya?  karena saya proven di bidang yang saya kuasai sementara si senior tsb kan gak ada bukti pencapaian di bidang itu, misalnya. Jangan juga anda coba-coba bawa gelar kuliah, gak akan saya anggap soal ini karena ini lain sekali dengan hal-hal praktis di dunia bisnis, benar kata Rocky Gerung, gelar itu hanya menunjukkan Anda pernah sekolah, bukan menunjukkan kecerdasan.

KETELADANAN

Jika difficult people itu ada di dalam tim kita, ada dalam pengaruh kewenangan kita, maka berikan teladan dan kasih-sayang bukan digurui dan ditempatkan benar-benar sebagai sub-ordinat/bawahan. Bisa jadi dalam benaknya, kita kurang pintar dan kurang cerdas, sementara dia merasa dirinya paling cerdas/pintar. Cobalah tidak menjadikan kita seolah-olah paling pintar walaupun kita atasannya. Tampilkan kita sebagai boss yang mau membantu dan menopang jalan karir dia ke depan.

Hal ini sangat bermanfaat juga ketika kita tempatkan diri kita di rumah dengan anak-anak dan istri kita. Terkadang, karena anak dan istri melihat perilaku kurang pas di diri kita, mereka akan kritik dan mengoreksi, kehebatan dan kecepatan kita merubah diri adalah modal utama kita melakukan perbaikan pada mereka, karena mereka akan sangat respect dan hormat pada kita karena kita pun begitu, ketika dikritik dan diberi masukan kita bisa mengoreksi diri dan berubah. Hindari ngeles berlebihan, karena hal itu hanya menimbulkan disrespect dan antipati pada hati mereka yang ujung-ujungnya akan berurat akar dan menjadi problem besar di kemudian hari. Begitu banyak pernikahan hancur gara-gara minimnya teladan dari orang tua. Semoga saya dan teman-teman bisa terhindar dari bencana sedemikian.