Mereka yang lahir pasca 1980’an disebut generasi millenials. Jumlah millenials kini mendominasi struktur demografi usia di negeri ini. Sebuah surplus demografi, karena usia mereka saat ini berada dalam usia produktif.

Demografi sensus penduduk RI, Juni 2020

Jadi ada 26% atau 70 jutaan rakyat yang usianya 24-39 tahun. Sedikit lebih banyak dibanding generasi saya, Gen X yang saat ini sudah di atas usia 40an. Jika usia ini sebagian besarnya benar-benar berkontribusi positif terhadap pembangunan, apa sih yang gak bisa kita bikin? negara seperti apa yang ingin kita mau? pasti bisa!

KONDISI PERTANIAN KITA

Saat pandemi yang dimulai maret 2019 kemarin, di mana faktor industri dan jasa mengalami penurunan. Pertanian, menjadi penopang, terbukti dari data BPS angka share ekonomi nasional pada triwulan ke II tahun 2020 berada di 12,09%. Pada triwulan III naik menjadi 15, 01%. Tumpuan pembangunan pada pertanian karena saat itu semua bisnis mengalami kontraksi signifikan, orang diam di rumah dan faktor utama kehidupan yaitu pangan menjadi penopang utama.

Sementara Presiden pada Januari 2021 menegaskan bahwa: “Pembangunan pertanian kini tak lagi bisa hanya dilakukan dengan menggunakan cara-cara konvensional yang sudah bertahun-tahun dilakukan. Menurutnya, apa yang dibutuhkan oleh negara kita ialah membangun sebuah kawasan pertanian berskala ekonomi besar, termasuk salah satunya lumbung pangan baru.”

Jika strategi nasional kita membuat lumbung-lumbung pangan baru dan di satu sisi kita berhasil menarik generasi muda (millenials) terlibat dalam proyek besar ini, saya yakin multiplier efek akan terjadi. Bukan hanya capaian produktivitas komoditi yang ditargetkan terpenuhi, tetapi juga serapan tenaga kerja maksimal tepat di titik terbesar usia produktif kita.

KARAKTERISTIK MILLENIAL

Menurut artikel lepas di interactive.co.id, millenial memiliki beberapa ciri/karakter diri, di antaranya:

  • Lebih Mengutamakan Passion Daripada Gaji
  • Mementingkan Pengembangan Diri (Self-Development)
  • Memiliki Daya Saing yang Tinggi
  • Technological Savvy
  • Tertarik Bekerja di Perusahaan Prestisius
  • Cenderung Berpindah-Pindah Tempat Kerja
  • Menyenangi Pekerjaan yang Fleksibel
  • Mementingkan Work-Life-Balance
  • Membutuhkan Sosok Pemimpin untuk Mengarahkan, Bukan Mendikte
  • Tertarik Menjadi Entrepreneur

Menjad menarik bagaimana membuat food estate dengan kriteria syarat-syarat di atas agar millenial tertarik bergabung. Tentunya akan banyak model pengembangan agar mereka bisa terlibat aktif dan berkontribusi maksimal, sustain atau dalam jangka panjang.

CONTOH-CONTOH

Technology savvy, pindah-pindah tempat kerja dan menenangi pekerjaan yang fleksibel itu menuntut pengembangan pertanian di perkotaan, atau sebuah tempat yang memiliki peluang kerja/bisnis yang sudah mapan. Maka menjadi menarik jika kita menemukan cara-cara baru dalam pertanian yang menarik minat mereka. Contoh di bawah adalah apa yang dipresentasikan oleh Gubernur Ridwan Kamil berikut:

Presentasi singkat Kang Emil tsb terlihat menarik, menggunakan istilah yang mudah difahami dan terbayang akan menjadi magnet banyak kalangan millenials masuk ke dalam industri ini. Terlepas dari problem dan kendala yang tentunya tidak mudah dipraktikkan dalam skala bisnis itu hal lain lagi. Inisiatif seperti ini jelas “menggoda” kaum millenial untuk ikut serta bergabung dan terlibat dalam dunia pertanian yang nampaknya “high tech” ini. Mereka juga bisa mempraktikkan skala bisnis begini di lahan-lahan sempit di perkotaan tentunya dengan memperhatikan ambience lingkungan sekitarnya.

Sementara narasi-narasi yang sifatnya mempertahankan kearifan lokal, walaupun tampak terlalu men-generalisir seperti yang disampaikan oleh Kang Dedi Mulyadi ini juga patut dicermati: